Pernahkah anda mendengar celetukan “Bule Depok atau Belanda Depok” yang ditujukan kepada seorang pribumi yang memiliki warna rambut pirang atau orang asing yang tinggal dipinggiran kota dengan hidup yang serba pas-pasan ? Ya pasti istilah “Bule Depok atau Belanda Depok” sudah tidak asing lagi di telinga anda. Tapi jangan salah, ternyata istilah “Belanda Depok” itu bukan hanya guyonan atau banyolan semata. Ternyata memang istilah “Belanda Depok” memiliki sejarah dan ceritanya sendiri.
Beberapa hari yang lalu, saat saya menonton acara siaran berita di salah satu stasiun televisi swasta nasional, ada salah satu berita yang menyajikan informasi mengenai sejarah Kota Depok di masa lalu. Di situ saya tertarik karena beritanya mengupas tentang sebuah komunitas lokal keturunan Belanda yang sering dijuluki atau disebut dengan “Belanda Depok”. Akhirnya setelah saya berselancar menelusuri beberapa sumber yang menyajikan tulisan tentang sejarah Kota Depok, saya berhasil mendapatkan beberapa referensi yang akurat untuk tulisan saya ini.
Memang pada masa lalu, menurut sejarahnya Kota Depok dibangun oleh seorang Belanda keturunan Perancis-Belanda yang bernama Cornelis Chastelein. Dia adalah seorang pegawai di perusahaan milik Belanda atau yang kita kenal dengan sebutan VOC (Verenige Oost Indische Compagnie). Namun pada masa kekuasaan Gubernur Jenderal Willem van Outhorn, Cornelis Chastelein berhenti karena merasa tidak cocok lagi bekerja pada perusahaan Belanda tersebut. Kemudian dia beralih profesi menjadi wiraswastawan dan membeli tanah di kawasan Depok dan memulai usahanya di bidang pertanian. Sebagai tuan tanah partikelir, ia berhak mengatur, mengurus, serta memerintah dan memberi kebijakan sesuai garis tanahnya tanpa campur tangan pihak luar.
Cornelis Chastelein berhasil membangun Depok sampai di awal abad 20. Pada masa itu pula, Cornelis Chastelein sempat menikahi dua orang wanita pribumi. Lalu pada sekitar tahun 1714, Cornelis Chastelein tutup usia dan meninggalkan wasiat yang berisikan “Menghibahkan tanah Depok seluas 1.224 hektar kepada para budaknya setelah terlebih dahulu mereka harus menukar agamanya menjadi Kristen Protestan”. Keturunan para budak inilah yang dapat kita jumpai di Depok Lama yang dijuluki “Belanda Depok”. Julukan ini tidak menyenangkan bagi mereka, karena dianggap sebagai antek Belanda. Tapi mereka tidak tersinggung disebut keturunan budak, karena memang kenyataannya demikian begitu adanya.
Sekian cerita singkat mengenai istilah “Belanda Depok” yang sering kita dengar, dengan demikian semoga kita tidak lagi salah menafsirkan istilah “Belanda Depok” yang sering menjadi guyonan atau lelucon untuk menyindir seseorang yang kebule-bulean. Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar