Minggu, 03 Januari 2010

Namanya Pulorida Bukan Florida

Pernahkah anda mendengar nama Pantai Florida? Ya itu adalah pantai yang terletak di negara bagian Florida, Amerika Serikat sana. Di Indonesia, juga ada objek wisata pantai yang banyak orang sering memplesetkannya menjadi Pantai Florida. Pantai tersebut adalah Pantai Pulorida yang berada di Kecamatan Cilegon Provinsi Banten sekitar 4 km dari Pelabuhan Merak. Objek wisata ini memang tidak setenar dan seindah Pantai Anyer, Pantai Carita, dan pantai-pantai lain yang berada di Provinsi Banten tetapi setiap musim liburan tiba, objek wisata ini selalu dipadati pengunjung. Dengan tiket masuk yang relatif terjangkau serta lokasinya yang relatif dekat, pantai ini merupakan pilihan tepat bagi masyarakat yang sekedar ingin mengisi waktu liburan mereka bersama keluarga.


Pantai Pulorida memiliki pantai yang landai, dangkal dan hampir tak berombak cukup aman bagi pengunjung yang ingin berenang, berendam, atau bermain air dan pasir di tepi pantai. Pelampung dari ban bekas berbagai ukuran banyak disewakan bagi pengunjung yang ingin berenang atau menikmati rasanya terapung-apung di permukaan laut. Sementara bagi pengunjung yang menunggu dapat bersantai-santai dengan menyewa tikar sambil meminum es kelapa langsung dari buahnya. Tarif sewa keduanya terjangkau dan tidak dibatasi waktu. Perahu pun disediakan bagi pengunjung yang ingin melihat-lihat kawasan di sekitar pantai ini, seperti Pelabuhan Merak, PLTU Suralaya atau melihat-lihat pulau kecil tak berpenghuni di sekitar lokasi ini. Tarif sewa perahu ini cukup terjangkau dan berlaku untuk 1 kali jalan pulang pergi. Disediakan juga kamar mandi bagi pengunjung yang hendak membilas setelah berenang dengan tarif kurang lebih sekitar Rp. 3000,- per kamar dengan fasilitas bak mandi dan shower.


Objek wisata pantai ini dapat ditempuh dengan perjalanan darat melalui Tol Jakarta-Merak kurang lebih memakan waktu 2 Jam. Keindahan pantai ini pun sebenarnya mempunyai daya tarik tersendiri. Jika cuaca cerah dan bersahabat, di sisi selatannya akan dapat terlihat ujung Pulau Sumatera dengan Gunung Rajabasa di tengahnya. Pulau kecil yang juga berada di sisi selatan dan terletak tidak jauh dari bibir pantai masih tampak hijau dan alami, sungguh menarik untuk dikunjungi. Sebelumnya, pernah dibangun jembatan kayu untuk pejalan kaki menuju pulau tersebut, namun sekarang sudah roboh dan tidak dibangun kembali. Di sisi utaranya terdapat tumpukan batu pemecah gelombang yang menjorok ke tengah pantai. Pada bukit di sisi jauhnya tampak 4 buah cerobong PLTU Suralaya yang selalu mengeluarkan uap. Tetapi, keindahan tersebut agak tercemar oleh deretan kapal tongkang pengangkut batubara milik PLTU Suralaya dan juga para pengunjung yang tidak disiplin untuk tidak membuang sampah makanan dan lainnya di pantai. Memang seharusnya objek wisata ini harus benar-benar mendapatkan perhatian yang serius dari Pemerintah, khususnya Pemda Banten. Sehingga keindahan Pantai Pulorida bisa terus dinikmati bagi semua orang.

Selengkapnya...

Belanda Depok

Pernahkah anda mendengar celetukan “Bule Depok atau Belanda Depok” yang ditujukan kepada seorang pribumi yang memiliki warna rambut pirang atau orang asing yang tinggal dipinggiran kota dengan hidup yang serba pas-pasan ? Ya pasti istilah “Bule Depok atau Belanda Depok” sudah tidak asing lagi di telinga anda. Tapi jangan salah, ternyata istilah “Belanda Depok” itu bukan hanya guyonan atau banyolan semata. Ternyata memang istilah “Belanda Depok” memiliki sejarah dan ceritanya sendiri.

Beberapa hari yang lalu, saat saya menonton acara siaran berita di salah satu stasiun televisi swasta nasional, ada salah satu berita yang menyajikan informasi mengenai sejarah Kota Depok di masa lalu. Di situ saya tertarik karena beritanya mengupas tentang sebuah komunitas lokal keturunan Belanda yang sering dijuluki atau disebut dengan “Belanda Depok”. Akhirnya setelah saya berselancar menelusuri beberapa sumber yang menyajikan tulisan tentang sejarah Kota Depok, saya berhasil mendapatkan beberapa referensi yang akurat untuk tulisan saya ini.

Memang pada masa lalu, menurut sejarahnya Kota Depok dibangun oleh seorang Belanda keturunan Perancis-Belanda yang bernama Cornelis Chastelein. Dia adalah seorang pegawai di perusahaan milik Belanda atau yang kita kenal dengan sebutan VOC (Verenige Oost Indische Compagnie). Namun pada masa kekuasaan Gubernur Jenderal Willem van Outhorn, Cornelis Chastelein berhenti karena merasa tidak cocok lagi bekerja pada perusahaan Belanda tersebut. Kemudian dia beralih profesi menjadi wiraswastawan dan membeli tanah di kawasan Depok dan memulai usahanya di bidang pertanian. Sebagai tuan tanah partikelir, ia berhak mengatur, mengurus, serta memerintah dan memberi kebijakan sesuai garis tanahnya tanpa campur tangan pihak luar.

Cornelis Chastelein berhasil membangun Depok sampai di awal abad 20. Pada masa itu pula, Cornelis Chastelein sempat menikahi dua orang wanita pribumi. Lalu pada sekitar tahun 1714, Cornelis Chastelein tutup usia dan meninggalkan wasiat yang berisikan “Menghibahkan tanah Depok seluas 1.224 hektar kepada para budaknya setelah terlebih dahulu mereka harus menukar agamanya menjadi Kristen Protestan”. Keturunan para budak inilah yang dapat kita jumpai di Depok Lama yang dijuluki “Belanda Depok”. Julukan ini tidak menyenangkan bagi mereka, karena dianggap sebagai antek Belanda. Tapi mereka tidak tersinggung disebut keturunan budak, karena memang kenyataannya demikian begitu adanya.

Sekian cerita singkat mengenai istilah “Belanda Depok” yang sering kita dengar, dengan demikian semoga kita tidak lagi salah menafsirkan istilah “Belanda Depok” yang sering menjadi guyonan atau lelucon untuk menyindir seseorang yang kebule-bulean. Terima kasih. Selengkapnya...